Bogor – lensa publik com,- –Sebuah kasus dugaan penipuan dan pelecehan seksual yang melibatkan pemilik yayasan sekolah ternama di Bogor sedang menyita perhatian publik. Inisial Muzta, selaku pemilik Yayasan Bogor Center School (Borcess), dilaporkan melakukan penipuan terhadap mitra bisnis sekaligus diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah siswi di lembaga pendidikannya.
Kasus ini bermula pada 2015 ketika Muzta menjalin kerja sama dengan BR, pemilik CV Sofia Konveksi, sebagai pemasok seragam sekolah. Meski produksi mencapai lebih dari 3.000 stel seragam, pembayaran kerap tertunda sejak 2016. Akibatnya, BR terpaksa menggadaikan aset pribadi ke Bank BRI Syariah Kebon Jeruk untuk menutupi kerugian. Namun, hingga 2024, Muzta tidak kunjung memenuhi kewajibannya, menyebabkan CV Sofia Konveksi bangkrut dan aset BR senilai Rp4 miliar hilang.
Tak hanya itu, BR mengungkapkan bahwa setiap kali menagih pembayaran, Muzta kerap melakukan intimidasi dan pelecehan seksual di ruang kerjanya. Lebih mengejutkan, sejumlah saksi menyebut Muzta juga diduga melecehkan siswi-siswinya dengan cara memaksa, mengancam, dan menyogok agar korban tetap diam.
Dari sisi hukum, Muzta dapat dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum, serta UU Perlindungan Konsumen atas wanprestasi. Sementara untuk pelecehan seksual, pelaku berpotensi dihukum berdasarkan UU TPKS (maksimal 12 tahun penjara), Pasal 285 KUHP (pencabulan), dan UU Perlindungan Anak (10-15 tahun penjara jika korbannya anak di bawah umur).
Namun, proses hukum berjalan lambat. Meski sudah dilaporkan ke polisi selama 3 bulan, korban hanya mendapat SP2HP, yang mengindikasikan kasus ini mungkin dihentikan. BR pun meminta intervensi Bupati Bogor, Gubernur Jawa Barat, hingga Presiden RI untuk menindaklanjuti kasus ini.
Korban menuntut ganti rugi Rp4 miliar, proses hukum terhadap Muzta, serta perlindungan bagi korban pelecehan seksual agar berani bersuara. “Kami ingin keadilan ditegakkan sesuai hukum,” tegas BR.
Pemberitaan ini diharapkan mendorong aparat penegak hukum bertindak cepat, mengingat beratnya dugaan pelanggaran yang terjadi.
( Sam lensa publik )