Belum,Nusa tenggara Timur-lensa publik,-
Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) kembali menyisir wilayah strategis Indonesia. Kali ini, rombongan dari Kemenko Polkam meninjau langsung perbatasan antara Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, dan Negara Timor Leste untuk memastikan pengawasan spektrum frekuensi berjalan optimal.
Kunjungan tersebut dipimpin oleh Marsma TNI Agus Pandu Purnama, Asisten Deputi Koordinasi Telekomunikasi dan Informatika, bersama sejumlah pejabat teknis termasuk Kolonel Sattya Wardana, Kolonel Atep Putu Anta, serta tim dari Desk Keamanan Siber dan Pelindungan Data.
Wilayah perbatasan ini menjadi sorotan karena tingginya risiko penggunaan frekuensi ilegal, baik oleh kapal asing maupun perangkat komunikasi lintas batas yang tidak tercatat.
“Kedaulatan negara tak hanya dijaga di darat dan laut, tapi juga di udara dalam hal ini frekuensi. Ini medan tak kasat mata, tapi sangat strategis,” ujar Marsma Agus Pandu di sela-sela peninjauan.
*Frekuensi Ilegal dan Tantangan di Lapangan*
Dalam pantauan di beberapa titik, tim menemukan bahwa pengawasan spektrum masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk minimnya perangkat pemantauan di daerah pegunungan dan kepulauan, serta keterbatasan SDM teknis di lapangan.
Meski telah ada sistem monitoring digital, sinyal dari luar negeri kerap menembus batas wilayah, dan aktivitas komunikasi ilegal pun sulit ditindak cepat tanpa dukungan peralatan canggih dan koordinasi lintas lembaga.
*Dorongan Modernisasi dan Kolaborasi Lintas Lembaga*
Menanggapi kondisi tersebut, Kemenko Polkam mendorong adanya peningkatan kapasitas sistem pemantauan melalui modernisasi teknologi dan penambahan personel di titik-titik strategis.
Pengawasan spektrum dinilai perlu terintegrasi dengan sistem keamanan nasional, termasuk kerja sama dengan TNI, BAKAMLA, Komdigi, dan pemerintah daerah. Forum koordinasi tetap lintas instansi pun menjadi penting untuk mempercepat respons atas pelanggaran frekuensi dan menyatukan strategi pengawasan.
Selain itu, pemanfaatan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) juga diusulkan agar sistem pemantauan dapat mendeteksi aktivitas komunikasi ilegal secara otomatis dan real-time, serta memudahkan pelaporan hingga ke tingkat pusat.
“Ini bukan hanya soal alat, tapi soal kolaborasi dan kecepatan bertindak. Kita tidak boleh membiarkan wilayah perbatasan menjadi titik buta pengawasan,” tegas Kolonel Atep Putu Anta.
*Perbatasan Tak Boleh Jadi Titik Buta*
Kemenko Polkam menegaskan, bahwa; wilayah perbatasan harus menjadi prioritas utama dalam sistem pertahanan spektrum nasional. Dengan dinamika ancaman digital yang makin kompleks, perlindungan terhadap ruang komunikasi termasuk spektrum frekuensi radio harus mendapat porsi yang setara dengan penjagaan fisik wilayah.
“Dengan dinamika ancaman digital yang makin kompleks, perlindungan terhadap ruang komunikasi termasuk spektrum frekuensi radio harus mendapat porsi yang setara dengan penjagaan fisik wilayah,” pungkasnya.
Kunjungan ke Belu tersebut, merupakan bagian dari rangkaian pemantauan lapangan oleh Kemenko Polkam guna memastikan bahwa kedaulatan Indonesia tetap terjaga, hingga ke wilayah paling ujung sekalipun.
(FC-G65)