Depok,lensa publik.com,13-7-2025.
Ketua DPD Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Penjara Propinsi Jawa Barat Tompay akan mengajukan gugatan hukum terkait dugaan pelanggaran hak pendidikan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dan ketidaktransparanan Program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) di Depok. Langkah ini diambil setelah menemukan indikasi pelanggaran terhadap UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.
Kasus ini bermula dari pengaduan seorang pelajar SMPN 11 Depok yang namanya disamarkan. Ia mengaku ditolak saat mendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahap 1 di SMAN 4 Depok dan tahap 2 di SMAN 7 Depok tanpa alasan jelas. Padahal, ia memenuhi syarat. Yang lebih memprihatinkan, namanya tidak tercantum sebagai penerima bantuan PAPS meski berasal dari keluarga tidak mampu.
“Di web PAPS, nama saya tidak ada, tapi yang berduit justru terdaftar. Program ini buat apa kalau tidak tepat sasaran?” keluhnya.
Ada juga yang mendaftar di Salah Satu SMA Kota Depok,
yang mendaftar 3 orang Siswi
Di papan pengumuman atau di Web dinyatakan mereka tidak lolos
Namun beberapa Hari kemudian anak tersebut dinyatakan lolos,
ada lagi aduan dari salah satu orangtua Siswi ( mama Ester )
terkait pindahan Sekolah,
Anak saya masuk kelas Pilial duduk sebangku,
anak tersebut ( sebangku dengan anak saya ) bisa pindah Ke salah satu SMA Negri, dengan memakai jalur penerima bantuan PAPS
padahal Rumahnya gedung dan memiliki kendaraan motor dan mobil,
jarak rumahnya jauh dari sekolah,
Padahal rumah saya lebih dekat dari sekolah dan nilai Nem nya juga lebih besar anak saya Kok Dia bisa pindah sekolahnya sedangkan anak saya tidak bisa papar mama Ester saat diwawancarai awak media
Menurut Tompay, kasus ini melanggar sejumlah aturan. Pertama, UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) tentang hak pendidikan. Kedua, UU No. 39/1999 tentang HAM yang mewajibkan program afirmasi memprioritaskan kelompok rentan. Ketiga, Permendikbud No. 1/2021 yang mewajibkan sekolah memberikan alasan penolakan peserta didik. Keempat, Peraturan Menteri PPPA No. 8/2022 tentang penyaluran bantuan sosial anak.
Ketua DPD LSM Penjara Propinsi Jawa Barat Tompay mendesak, pemerintah segera bertindak. Mereka menuntut audit menyeluruh daftar penerima PAPS sesuai PP No. 66/2010 tentang Pengelolaan Dana Pendidikan. Jika ditemukan pelanggaran, siap mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU No. 5/1986. Mereka juga akan melaporkan dugaan penyimpangan dana PAPS ke KPK merujuk UU No. 30/2002.
Bagi korban, masih ada beberapa opsi hukum. Mereka bisa mengajukan banding PPDB jalur afirmasi, mendaftar ke SMK negeri yang memberikan keringanan biaya, atau melapor ke Ombudsman RI berdasarkan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
Hingga saat ini, Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat belum memberikan tanggapan resmi. Masyarakat masih menunggu langkah konkret pemerintah.
“Kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan karena menyangkut masa depan generasi muda. Kami akan terus mendampingi korban dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat,” tegas Ketua DPD LSM Penjara Propinsi Jawa Barat Tompay.
LSM ini mengimbau masyarakat yang memiliki informasi terkait ketidakberesan SPMB atau PAPS segera melapor untuk ditindaklanjuti secara hukum.
Tim Redaksi Lensa Publik